- Alexa Anastasia Robins
- Sofia Anastasia Robins as Alexa’s daughter
- Adam Miller
- Mikael Horowitzs as Cecil’s friend
- Cecilia Gratton as Alexa’s bestfriend
- Etc
Genre ; Romance, Family, Adult
Rate ; +17
Shoot : One shoot
Aku terbangun dari tidur ayamku
dengan keringat yang mengucur dan membasahi t-shirtku.
Entah mengapa akhir-akhir ini aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Aku berpikir
mungkin cuaca sialan itu yang telah menganggu jam biologisku. Panas yang begitu
menyiksa bahkan saat malam tiba, membuatku ingin mengutuk AC di dinding yang
tidak bekerja dengan maksimal meskipun telah kuatur dalam suhu rendah.
Aku bangkit dan duduk di tepi
ranjangku, sepertinya menghirup udara malam akan sedikit menghilangkan hawa
panas di tubuhku. Sekilas aku melirik pada sosok mungil yang meringkuk di
sampingku. Sosok cantik dengan rambut cokelat tembaga yang agak ikal membentuk
bulatan-bulatan kecil, tangan mungilnya memeluk Mr Teddy, salah satu boneka
kesayangannya dengan begitu erat, dan bulu matanya yang panjang dan lentik bergerak-gerak
sesaat.
Aku mendekatinya dengan perlahan,
mengelus-elus pipinya yang chubby
dengan hati-hati agar tak membangunkannya. Aku tersenyum melihat ia tertidur
dengan nyenyak dan damai, seakan menghapus semua bayanganku tentang tangisnya
di setiap malam saat ia terbangun karena merasa tidak nyaman meski itu sudah
terjadi cukup lama. Kulit putih susunya terlihat begitu indah di bawah sinar
redup cahaya lampu. Dia benar-benar malaikatku, malaikat kecilku yang memberiku
alasan untuk terus hidup. Dialah Sofia, bayi cantikku yang baru berusia 1
tahun.
Aku mengecup keningnya, kemudian
bangkit dari ranjang berusaha tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Dengan
langkah berjengit, aku berjalan menuju balkon kamar. Begitu membuka pintu kaca
geser, segera udara malam yang begitu sejuk menerpa wajahku, menggelitik setiap
jengkal syaraf kulitku dengan begitu lembut. Aku berdiri dan bersandar pada
pembatas besi yang begitu dingin saat menyentuh kulitku. Balkon adalah tempat
favorit untuk menghabiskan waktu tenangku saat malam hari, saat tak ada banyak
pekerjaan yang harus segera kuselesaikan.
Kupejamkan mataku, membiarkan
desiran angin menggodaku. Aku bisa merasakan rambut panjangku berterbangan,
melambai-lambai dengan riangnya karena berhasil merasakan kebebasan setelah
kusanggul selama seharian. Kakiku serasa sedang digelitik oleh tangan-tangan
nakal, membuatku ingin tertawa geli tetapi kutahan karena tak ingin
membangunkan gadis cantikku. Aku bersyukur mengenakan hot pants biru bututku,
salah satu celana favoritku yang akan kukenakan sebagai baju tidur saat cuaca
begitu menyiksa.
Kesenanganku sedikit terganggu saat
ponselku bergetar di saku belakang celanaku. Aku menarik keluar ponselku dan
melihat sebuah panggilan di layar LCD. Segera kugeser tombol angkat dan
mendekatkan ponselku ke telinga.
“Hai sayang,” sapa suara yang sangat
ku kenal dari seberang. Nadanya bahkan terdengar sangat seksi seperti tengah
merayu seorang pria. Kulirik ponselku sekilas untuk melihat jam, sudah pukul
setengah satu malam.
“Kau tidak salah menelepon kan?”
Gadis di seberang tertawa ringan.
“Tentu saja tidak, apa yang sedang
kau lakukan sayang? Hah, aku merasa bosan dan berjalan-jalan sebentar, tapi tiba-tiba
aku teringat padamu.” Aku mendengus mendengar celoteh gadis itu.
“Kau dimana sekarang? Haruskah aku
menjemputmu?”
“Oh tidak-tidak, aku sedang
bersenang-senang sayang atau lebih tepatnya baru saja bersenang-senang.” Gadis
itu tertawa lagi. “Kau tahu apa yang baru saja terjadi padaku?”
“Apa?”
“Si brengsek Todd, aku melihatnya
sedang bercumbu dengan seorang gadis afro di klub. Huh rasanya sangat
menjengkelkan.” Aku membulatkan mataku.
“Kau tidak bercanda kan, Cecil?”
“Kau bisa mendengar nada bicara
seriusku, ha? Aku sangat marah saat itu, jadi kuhampiri mereka. Aku menarik
baju Todd dengan keras, memaki-makinya di hadapan gadis jalang itu hingga ia
berlari terbirit-birit. Aku yakin dia pasti ketakutan melihat wajah galakku. Dan
kau tahu apa yang terjadi berikutnya Alexa?” Cecil mulai memanggil namaku, itu
berarti ia benar-benar serius dengan ucapannya.
“Apa?”
“Aku menampar wajahnya, membuat dia
melihatku menahan tangis. Aku benar-benar tidak ingin menangis di hadapannya
Lex, itu membuatku terlihat sangat memalukan. Aku memutuskannya, tapi aku
sendiri yang menangis bisa kau bayangkan itu?”
“Ya tentu saja. Kau pasti sangat
menderita.” Cecil menghembuskan nafasnya.
“Aku berlari Lex, aku melarikan
diri. Aku tidak ingin melihat wajahnya lagi, dan di sinilah aku sekarang
teringat padamu. Setidaknya aku masih memiliki seorang sahabat yang bisa kuajak
bicara bahkan di saat seharusnya dia berada di sisi putrinya. Aku merasa
bersalah pada Sofia karena merebut perhatiaanmu darinya.”
“Oh Cecil jangan berkata seperti
itu. Kau tidak merebut perhatianku darinya, lagipula putriku sudah tidur.”
Cecil diam dan beberapa kali menghembuskan nafas beratnya. Aku tidak bisa
membiarkan dia seorang diri dalam keadaan seperti ini. “Cecil, dimana kau
sekarang? Aku akan menyusulmu.” Cecil justru tertawa.
“Oh tidak perlu sayang, aku sedang
memandangimu sekarang.”
“Memandangiku? Apa maksudmu?” Aku
mengerutkan dahiku.
“Aku di depan pintu rumahmu.”
Aku kaget mendengar ucapannya. Aku melihat ke arah bawah, lewat
pencahayaan yang minim aku berusaha mempertajam mataku. Di sana, di dekat pohon
cherry yang tumbuh tak jauh dari
pintu gerbang rumahku berdiri seorang gadis berambut pirang yang mendongak ke
arahku. Ia melambai beberapa kali padaku, dan aku merasa sangat lega melihat ia
baik-baik saja. Setidaknya ia di sini, tidak di luar sana melakukan hal-hal
yang tak bisa kubayangkan.
“Aku akan turun sekarang, tetap di sana
oke?”
“Baiklah sayang.”
Aku segera turun ke lantai 1 dengan
berlari-lari kecil. Kubuka gerendel pintu dengan cepat dan segera membuka
pintu. Aku melihat seorang gadis yang biasanya selalu tampil cantik dan rapi
berubah menjadi gadis mengerikan dengan rambut pirang yang acak-acakkan bahkan
terlihat kusut seperti beberapa hari tanpa disisir. Maskaranya telah luntur
meninggalkan bekas hitam di sepanjang pipi tirusnya, menandakan ia telah
menangis begitu lama. Lipstik merah yang ia kenakan hanya menyisakan sisa warna
merah yang memudar di bibirnya, dan mata cokelatnya menatap dengan liar.
“Hai sayang,” sapanya. Aku menutup
hidungku sesaat, ketika nafas berbau alkohol keluar dari mulut Cecil. Aku yakin
ia tidak hanya minum 1 jenis minuman beralkohol malam ini, meski aku tak yakin
berapa banyak yang berhasil ia tenggak.
“Ayo masuk, kau perlu tidur.” Cecil
berjalan masuk, tetapi langkahnya begitu tak seimbang. Ia hampir terjatuh
menabrak meja dekat pintu seandainya aku tak sigap meraih lengan kanannya.
“Aku tidak ingin tidur Lex.
Bagaimana kalau kita minum bir? Ronde kedua, ha?” Cecil berbicara sambil
tersenyum-senyum. Aku agak menjauhkan wajahku dari wajahnya lagi, karena jujur
aku tak tahan menghirup bau alkohol dari mulut dan tubuhnya.
“Tidak Cecil, kau harus tidur,”
ucapku dengan nada memerintah yang tegas.
“Oh Alexa sayang, kau tak perlu
minum kau hanya menemaniku.”
“Sekali kubilang tidak, maka tidak
Cecil. Jika kau tidak menurut, aku akan menelepon ayahmu untuk menjemputmu
sekarang.” Aku membuka pintu kamar tamu saat Cecil memperlihatkan wajah
protesnya. Menyebut kata ayah atau ibu adalah ancaman paling mujarab untuk
membuat Cecil menurut bahkan dalam keadaan mabuk.
Aku mendudukkan Cecil di tepi
ranjang saat aku mendengar suara langkah kaki di belakangku.
“Ya Tuhan apa yang terjadi Alexa?”
Aku menoleh dan mendapati ibuku berdiri di ambang pintu dengan wajah kaget.
“Apa aku membangunkanmu, mom?” Aku menatap ibuku, wanita 48 tahun
yang masih terlihat cantik bahkan saat kerutan-kerutan di wajahnya tak lagi
dapat disembunyikan.
“Aku mendengar suara seseorang
membuka pintu, kupikir kau menyelinap pergi diam-diam.” Ya tentu saja ibu
mendengar suara pintu terbuka. Kamarnya berada di lantai 1 dekat ruang tamu,
ditambah dengan pendengarannya yang sensitif tentu suara langkah tikuspun bisa
ia dengar. “Apakah Cecil mabuk lagi?” Ibu mendekati Cecil dan menatapnya masih
dengan wajah kaget meskipun kenyataanya ini bukan pemandangan baru bagi kami.
“Ya begitulah, tapi kali ini berbeda. Dia baru saja putus dengan
Todd, karena dia melihat pria itu selingkuh dengan wanita lain.” Ibuku menutup
mulutnya tanda bahwa ia sangat terkejut.
“Todd? Bukankah dia laki-laki yang akan bertunangan dengannya?”
Aku menganggukkan kepalaku. “Oh betapa malangnya gadis ini, dia pasti sangat
menderita.”
“Yap kau benar.” Aku menghela nafas dan menoleh pada Cecil yang
ternyata telah terbaring lemas di ranjang. Ia tertidur bahkan tanpa menyadari
kehadiran ibuku. “Mom, bisakah aku
minta tolong?”
“Apa sayang?”
“Tolong jaga Sofia sebentar, aku akan mengurus Cecil hingga aku
bisa memastikan ia tidur dengan nyenyak dan layak.”
“Oh baiklah sayang, kau memang harus mememaninya sekarang.”
“Thanks mom.” Ibuku
mengangguk dan berjalan keluar, tapi saat sampai di depan pintu ia berhenti dan
membalikkan badan menatapku hangat.
“Aku jadi teringat sesuatu.” Aku menatap ibuku lekat-lekat.
“Mungkin hidup tanpa pria memang lebih baik, karena mereka hanya membuatmu
sengsara. Bagaimanapun aku tidak ingin kau mengalami apa yang Cecil alami,
sayang. Cukup sekali dan semoga tidak terjadi lagi.” Aku menggigit bibir
bawahku kemudian tersenyum pada ibuku untuk menenangkannya.
“Aku mengerti mom.”
Ibuku balas tersenyum kemudian menghilang di balik pintu.
Aku sepenuhnya mengerti apa yang ibuku bicarakan. Aku tahu
bagaimana sakit dan menderitanya hidup ibuku tanpa ayahku, dan hidupku tanpa
ayah Sofia. Aku mengusap wajahku setelah memikirkan hal itu lagi, kemudian
memusatkan perhatianku pada Cecil. Setidaknya aku perlu membetulkan posisi
tidurnya, mengganti bajunya dengan pakaian bersih dan memastikan ia meminum
obat penghilang mabuk hingga ia bisa bangun keesokan paginya untuk bekerja.
Cecil sahabat baikku sejak kami duduk di bangku SMP. Rumahnya
berjarak beberapa blok dari rumahku. Ia seorang gadis manis dan ceria, meskipun
moodnya bisa berubah begitu cepat saat ia merasa ada sesuatu yang salah di
sekitarnya. Aku sangat menyukainya, begitu menyukainya hingga beberapa temanku
sering menyebutku ‘Si ekor Cecil.’ Dia adalah panutanku dalam hal semangat dan
berdandan. Ia mengajariku bagaimana menjadi wanita cantik, tidak hanya dari
hati tetapi juga dari penampilan.
Gadis ini selalu membuatku iri dengan kecantikannya, dan bagaimana
ia bisa membuat dirinya seperti Miss
Universe dengan tangannya sendiri. Begitu banyak laki-laki yang tergila-gila
padanya. Cecil tidak hanya memiliki paras yang cantik dengan mata indahnya,
tetapi ia juga memiliki tubuh yang seksi seperti model salah satu brand pakaian
dalam terkenal. Jadi wajar jika pria manapun akan melirik saat ia lewat di
samping mereka. Aku kalah telak dibandingkan pesonanya itu, meskipun harus
kuakui setidaknya aku memiliki salah satu aspek yang dimiliki wanita cantik
yakni tubuh yang tinggi, bahkan aku lebih tinggi beberapa centi dari Cecil. Oke
walau bagaimanapun Cecil tetaplah Cecil, dan aku tetaplah aku. Kami adalah
sahabat yang saling membantu saat diperlukan, dan kami menyukai perbedaan di
antara kami yang menjadikan persahabatan kami lebih berwarna.
Aku menarik selimut dan menutup tubuh Cecil hingga bagian leher.
Aku telah mengganti bajunya dengan sepasang baju tidur milikku, dan membuatnya
meminum obat penghilang mabuk secara paksa. Aku bangkit dan mencium keningnya
penuh sayang.
“Selamat malam,
Cecil. Semoga mimpi indah,” ucapku dengan suara yang begitu lirih. Aku
menatapnya sekilas, kemudian mematikan lampu dan meninggalkan ia seorang diri
hanyut dalam bunga tidurnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar