Desember 09, 2015

[FICTION] Because Of You #01


Cast    :
  • Alexa Anastasia Robins
  • Sofia Anastasia Robins as Alexa’s daughter
  • Adam Miller
  • Mikael Horowitzs as Cecil’s friend
  • Cecilia Gratton as Alexa’s bestfriend
  • Etc

Genre  ; Romance, Family, Adult
Rate     ; +17
Shoot   : One shoot




BAB 1


            Aku terbangun dari tidur ayamku dengan keringat yang mengucur dan membasahi t-shirtku. Entah mengapa akhir-akhir ini aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Aku berpikir mungkin cuaca sialan itu yang telah menganggu jam biologisku. Panas yang begitu menyiksa bahkan saat malam tiba, membuatku ingin mengutuk AC di dinding yang tidak bekerja dengan maksimal meskipun telah kuatur dalam suhu rendah.
          Aku bangkit dan duduk di tepi ranjangku, sepertinya menghirup udara malam akan sedikit menghilangkan hawa panas di tubuhku. Sekilas aku melirik pada sosok mungil yang meringkuk di sampingku. Sosok cantik dengan rambut cokelat tembaga yang agak ikal membentuk bulatan-bulatan kecil, tangan mungilnya memeluk Mr Teddy, salah satu boneka kesayangannya dengan begitu erat, dan bulu matanya yang panjang dan lentik bergerak-gerak sesaat.
           Aku mendekatinya dengan perlahan, mengelus-elus pipinya yang chubby dengan hati-hati agar tak membangunkannya. Aku tersenyum melihat ia tertidur dengan nyenyak dan damai, seakan menghapus semua bayanganku tentang tangisnya di setiap malam saat ia terbangun karena merasa tidak nyaman meski itu sudah terjadi cukup lama. Kulit putih susunya terlihat begitu indah di bawah sinar redup cahaya lampu. Dia benar-benar malaikatku, malaikat kecilku yang memberiku alasan untuk terus hidup. Dialah Sofia, bayi cantikku yang baru berusia 1 tahun.
      Aku mengecup keningnya, kemudian bangkit dari ranjang berusaha tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Dengan langkah berjengit, aku berjalan menuju balkon kamar. Begitu membuka pintu kaca geser, segera udara malam yang begitu sejuk menerpa wajahku, menggelitik setiap jengkal syaraf kulitku dengan begitu lembut. Aku berdiri dan bersandar pada pembatas besi yang begitu dingin saat menyentuh kulitku. Balkon adalah tempat favorit untuk menghabiskan waktu tenangku saat malam hari, saat tak ada banyak pekerjaan yang harus segera kuselesaikan.
            Kupejamkan mataku, membiarkan desiran angin menggodaku. Aku bisa merasakan rambut panjangku berterbangan, melambai-lambai dengan riangnya karena berhasil merasakan kebebasan setelah kusanggul selama seharian. Kakiku serasa sedang digelitik oleh tangan-tangan nakal, membuatku ingin tertawa geli tetapi kutahan karena tak ingin membangunkan gadis cantikku. Aku bersyukur mengenakan hot pants biru bututku, salah satu celana favoritku yang akan kukenakan sebagai baju tidur saat cuaca begitu menyiksa.
            Kesenanganku sedikit terganggu saat ponselku bergetar di saku belakang celanaku. Aku menarik keluar ponselku dan melihat sebuah panggilan di layar LCD. Segera kugeser tombol angkat dan mendekatkan ponselku ke telinga.
        “Hai sayang,” sapa suara yang sangat ku kenal dari seberang. Nadanya bahkan terdengar sangat seksi seperti tengah merayu seorang pria. Kulirik ponselku sekilas untuk melihat jam, sudah pukul setengah satu malam.
            “Kau tidak salah menelepon kan?” Gadis di seberang tertawa ringan.
            “Tentu saja tidak, apa yang sedang kau lakukan sayang? Hah, aku merasa bosan dan berjalan-jalan sebentar, tapi tiba-tiba aku teringat padamu.” Aku mendengus mendengar celoteh gadis itu.
            “Kau dimana sekarang? Haruskah aku menjemputmu?”
            “Oh tidak-tidak, aku sedang bersenang-senang sayang atau lebih tepatnya baru saja bersenang-senang.” Gadis itu tertawa lagi. “Kau tahu apa yang baru saja terjadi padaku?”
            “Apa?”
            “Si brengsek Todd, aku melihatnya sedang bercumbu dengan seorang gadis afro di klub. Huh rasanya sangat menjengkelkan.” Aku membulatkan mataku.
            “Kau tidak bercanda kan, Cecil?”
            “Kau bisa mendengar nada bicara seriusku, ha? Aku sangat marah saat itu, jadi kuhampiri mereka. Aku menarik baju Todd dengan keras, memaki-makinya di hadapan gadis jalang itu hingga ia berlari terbirit-birit. Aku yakin dia pasti ketakutan melihat wajah galakku. Dan kau tahu apa yang terjadi berikutnya Alexa?” Cecil mulai memanggil namaku, itu berarti ia benar-benar serius dengan ucapannya.
            “Apa?”
            “Aku menampar wajahnya, membuat dia melihatku menahan tangis. Aku benar-benar tidak ingin menangis di hadapannya Lex, itu membuatku terlihat sangat memalukan. Aku memutuskannya, tapi aku sendiri yang menangis bisa kau bayangkan itu?”
            “Ya tentu saja. Kau pasti sangat menderita.” Cecil menghembuskan nafasnya.
            “Aku berlari Lex, aku melarikan diri. Aku tidak ingin melihat wajahnya lagi, dan di sinilah aku sekarang teringat padamu. Setidaknya aku masih memiliki seorang sahabat yang bisa kuajak bicara bahkan di saat seharusnya dia berada di sisi putrinya. Aku merasa bersalah pada Sofia karena merebut perhatiaanmu darinya.”
            “Oh Cecil jangan berkata seperti itu. Kau tidak merebut perhatianku darinya, lagipula putriku sudah tidur.” Cecil diam dan beberapa kali menghembuskan nafas beratnya. Aku tidak bisa membiarkan dia seorang diri dalam keadaan seperti ini. “Cecil, dimana kau sekarang? Aku akan menyusulmu.” Cecil justru tertawa.
            “Oh tidak perlu sayang, aku sedang memandangimu sekarang.”
            “Memandangiku? Apa maksudmu?” Aku mengerutkan dahiku.
            “Aku di depan pintu rumahmu.”
Aku kaget mendengar ucapannya. Aku melihat ke arah bawah, lewat pencahayaan yang minim aku berusaha mempertajam mataku. Di sana, di dekat pohon cherry yang tumbuh tak jauh dari pintu gerbang rumahku berdiri seorang gadis berambut pirang yang mendongak ke arahku. Ia melambai beberapa kali padaku, dan aku merasa sangat lega melihat ia baik-baik saja. Setidaknya ia di sini, tidak di luar sana melakukan hal-hal yang tak bisa kubayangkan.
            “Aku akan turun sekarang, tetap di sana oke?”
            “Baiklah sayang.”
            Aku segera turun ke lantai 1 dengan berlari-lari kecil. Kubuka gerendel pintu dengan cepat dan segera membuka pintu. Aku melihat seorang gadis yang biasanya selalu tampil cantik dan rapi berubah menjadi gadis mengerikan dengan rambut pirang yang acak-acakkan bahkan terlihat kusut seperti beberapa hari tanpa disisir. Maskaranya telah luntur meninggalkan bekas hitam di sepanjang pipi tirusnya, menandakan ia telah menangis begitu lama. Lipstik merah yang ia kenakan hanya menyisakan sisa warna merah yang memudar di bibirnya, dan mata cokelatnya menatap dengan liar.
            “Hai sayang,” sapanya. Aku menutup hidungku sesaat, ketika nafas berbau alkohol keluar dari mulut Cecil. Aku yakin ia tidak hanya minum 1 jenis minuman beralkohol malam ini, meski aku tak yakin berapa banyak yang berhasil ia tenggak.
            “Ayo masuk, kau perlu tidur.” Cecil berjalan masuk, tetapi langkahnya begitu tak seimbang. Ia hampir terjatuh menabrak meja dekat pintu seandainya aku tak sigap meraih lengan kanannya.
            “Aku tidak ingin tidur Lex. Bagaimana kalau kita minum bir? Ronde kedua, ha?” Cecil berbicara sambil tersenyum-senyum. Aku agak menjauhkan wajahku dari wajahnya lagi, karena jujur aku tak tahan menghirup bau alkohol dari mulut dan tubuhnya.
            “Tidak Cecil, kau harus tidur,” ucapku dengan nada memerintah yang tegas.
            “Oh Alexa sayang, kau tak perlu minum kau hanya menemaniku.”
            “Sekali kubilang tidak, maka tidak Cecil. Jika kau tidak menurut, aku akan menelepon ayahmu untuk menjemputmu sekarang.” Aku membuka pintu kamar tamu saat Cecil memperlihatkan wajah protesnya. Menyebut kata ayah atau ibu adalah ancaman paling mujarab untuk membuat Cecil menurut bahkan dalam keadaan mabuk.
            Aku mendudukkan Cecil di tepi ranjang saat aku mendengar suara langkah kaki di belakangku.
            “Ya Tuhan apa yang terjadi Alexa?” Aku menoleh dan mendapati ibuku berdiri di ambang pintu dengan wajah kaget.
            “Apa aku membangunkanmu, mom?” Aku menatap ibuku, wanita 48 tahun yang masih terlihat cantik bahkan saat kerutan-kerutan di wajahnya tak lagi dapat disembunyikan.
            “Aku mendengar suara seseorang membuka pintu, kupikir kau menyelinap pergi diam-diam.” Ya tentu saja ibu mendengar suara pintu terbuka. Kamarnya berada di lantai 1 dekat ruang tamu, ditambah dengan pendengarannya yang sensitif tentu suara langkah tikuspun bisa ia dengar. “Apakah Cecil mabuk lagi?” Ibu mendekati Cecil dan menatapnya masih dengan wajah kaget meskipun kenyataanya ini bukan pemandangan baru bagi kami.
“Ya begitulah, tapi kali ini berbeda. Dia baru saja putus dengan Todd, karena dia melihat pria itu selingkuh dengan wanita lain.” Ibuku menutup mulutnya tanda bahwa ia sangat terkejut.
“Todd? Bukankah dia laki-laki yang akan bertunangan dengannya?” Aku menganggukkan kepalaku. “Oh betapa malangnya gadis ini, dia pasti sangat menderita.”
“Yap kau benar.” Aku menghela nafas dan menoleh pada Cecil yang ternyata telah terbaring lemas di ranjang. Ia tertidur bahkan tanpa menyadari kehadiran ibuku. “Mom, bisakah aku minta tolong?”
“Apa sayang?”
“Tolong jaga Sofia sebentar, aku akan mengurus Cecil hingga aku bisa memastikan ia tidur dengan nyenyak dan layak.”
“Oh baiklah sayang, kau memang harus mememaninya sekarang.”
“Thanks mom.” Ibuku mengangguk dan berjalan keluar, tapi saat sampai di depan pintu ia berhenti dan membalikkan badan menatapku hangat.
“Aku jadi teringat sesuatu.” Aku menatap ibuku lekat-lekat. “Mungkin hidup tanpa pria memang lebih baik, karena mereka hanya membuatmu sengsara. Bagaimanapun aku tidak ingin kau mengalami apa yang Cecil alami, sayang. Cukup sekali dan semoga tidak terjadi lagi.” Aku menggigit bibir bawahku kemudian tersenyum pada ibuku untuk menenangkannya.
“Aku mengerti mom.” Ibuku balas tersenyum kemudian menghilang di balik pintu.
Aku sepenuhnya mengerti apa yang ibuku bicarakan. Aku tahu bagaimana sakit dan menderitanya hidup ibuku tanpa ayahku, dan hidupku tanpa ayah Sofia. Aku mengusap wajahku setelah memikirkan hal itu lagi, kemudian memusatkan perhatianku pada Cecil. Setidaknya aku perlu membetulkan posisi tidurnya, mengganti bajunya dengan pakaian bersih dan memastikan ia meminum obat penghilang mabuk hingga ia bisa bangun keesokan paginya untuk bekerja.
Cecil sahabat baikku sejak kami duduk di bangku SMP. Rumahnya berjarak beberapa blok dari rumahku. Ia seorang gadis manis dan ceria, meskipun moodnya bisa berubah begitu cepat saat ia merasa ada sesuatu yang salah di sekitarnya. Aku sangat menyukainya, begitu menyukainya hingga beberapa temanku sering menyebutku ‘Si ekor Cecil.’ Dia adalah panutanku dalam hal semangat dan berdandan. Ia mengajariku bagaimana menjadi wanita cantik, tidak hanya dari hati tetapi juga dari penampilan.
Gadis ini selalu membuatku iri dengan kecantikannya, dan bagaimana ia bisa membuat dirinya seperti Miss Universe dengan tangannya sendiri. Begitu banyak laki-laki yang tergila-gila padanya. Cecil tidak hanya memiliki paras yang cantik dengan mata indahnya, tetapi ia juga memiliki tubuh yang seksi seperti model salah satu brand pakaian dalam terkenal. Jadi wajar jika pria manapun akan melirik saat ia lewat di samping mereka. Aku kalah telak dibandingkan pesonanya itu, meskipun harus kuakui setidaknya aku memiliki salah satu aspek yang dimiliki wanita cantik yakni tubuh yang tinggi, bahkan aku lebih tinggi beberapa centi dari Cecil. Oke walau bagaimanapun Cecil tetaplah Cecil, dan aku tetaplah aku. Kami adalah sahabat yang saling membantu saat diperlukan, dan kami menyukai perbedaan di antara kami yang menjadikan persahabatan kami lebih berwarna.
Aku menarik selimut dan menutup tubuh Cecil hingga bagian leher. Aku telah mengganti bajunya dengan sepasang baju tidur milikku, dan membuatnya meminum obat penghilang mabuk secara paksa. Aku bangkit dan mencium keningnya penuh sayang.
“Selamat malam, Cecil. Semoga mimpi indah,” ucapku dengan suara yang begitu lirih. Aku menatapnya sekilas, kemudian mematikan lampu dan meninggalkan ia seorang diri hanyut dalam bunga tidurnya.




to be continued.....




Tidak ada komentar:

Posting Komentar