Cast :
> Hong Sooyoung
> Kang Imjun a.k.a Daniel Kang
> Hong Sooji (Sooyoung's sister)
> Lee Kwangjun (Sooyoung's grandpa)
> Lee Hanggi (Sooyoung's father)
> Ahn Hyunsik (deepcollector)
> Park Minhyun
> Prof. Nam Jisung
> etc
Rate : +15
Genre : romance, family, violence
Shot : one shoot
~~~~~
"Aku tidak ingin menjadi pengecut yang terus lari," Sooyoung.
"Aku ini siapa? Aku menyadari posisi dan tugasku," Daniel.
"Satu orang telah menghancurkan keluarga ini," Kwngjun.
~~~~~
#1 OUR WAY
"Kau harus kuat Sooyoung-ah, ayah percaya kau bisa menjadi tiang bagi keluarga kita. kau anak yang kuat, kau mampu menjadi ibu sekaligus ayah bagi adikmu selama ayah pergi. Ingat itu." Sooyoung terdiam, menatap lekat ayahnya yang tersenyum. Hanggi berjalan berbalik dan melepas tangan Sooyoung.
"Ayah jangan pergi! Ayah, ayah, ayah!"
Sooyoung membuka matanya dengan nafas terengah. Peluh membasahi dahinya. Ia bangkit dan duduk di pinggir ranjangnya. Sesaat ia membenamkan wajahnya ke dalam kedua telapak tangannya.
"Ini hanya mimpi," ucapnya mencoba menenangkan diri. Sooyoung mengambil ponselnya dan menekan tombol dial pada panggilan cepat nomor satu. Panggian tersebut terhubung, tapi tak ada yang mengangkat. Sooyoung segera bangkit dan memulai aktifitasnya seperti biasa.
Sooyoung menyiapkan dua porsi bekal makanan. Kotak biru berisi 2 potong sandwich dan telur gulung, sementara kotak putih berisi salad dan dua buah sosis goreng. Ia juga menaruh beberapa kotak berisi makanan ke dalam kulkas.
"Unnie, ayo berangkat," ucap Sooji sembari menenteng ranselnya.
"Ne," teriak Sooyoung dari dapur. "Hari ini aku pulang terlambat, makan malamnya sudah kumasukkan ke kulkas seperti biasa, arachi?"
"Kau lembur lagi ya?," tanya Sooji yang sudah berdiri di samping Sooyoung.
"Omo, kau mengagetkanku." Sooyoung mengelus dada.
"Aku jadi malas di rumah."
"Jangan seperti itu, kau ingat aturannya kan? Ti..."
"Tidak boleh pergi tanpa ada tujuan yang bermanfaat dan tanpa ijin. Ya, ya, ya, aku ingat itu. Kau cerewet seperti nenek sihir saja." Sooyoung hanya tersenyum meihat Sooji berbalik dengan tampang lemas.
Sooyoung dan Sooji berpisah jalan. Hari ini ia tidak bisa mengantar adiknya hingga ke sekolah karena ia mendapat shift pagi. Meski khawatir, tapi apa daya ia tak boleh terlambat jika ingin tetap bekerja. Dengan mengenakan masker dan topi hitam bututnya, Sooyong berbaur di antara orang-orang yang sibuk untuk menyambut awalnya minggu dengan segudang pekerjaan mereka.
Monday chis sudah nampak di depan, Sooyoung segera berlari. Ia berganti dengan seragam berupa kaus putih dengan garis-garis hitam, sebuah pin berbentuk kepala koki dengan sendok dan garpu tersemat di dadanya.
"Selamat datang, apa yang ingin anda pesan hari ini?," tanya Sooyoung dengan senyum lebar pada seorang pengunjung. Inilah pekerjaan sehari-harinya. Sooyoung, si pelayan di restoran cepat saji Monday chic. Hilir-mudik menyapa pengunjung, mencatat dan mengantarkan pesanan.
'Pesanan anda datang, selamat menikmati.'
'Terim kasih telah berkunjung ke restoran kami, jangan lupa untuk mampir lagi. Semoga hari anda menyenangkan.'
Kata-kata yang berulang diucapkan hingga tengah hari.
Sooyoung duduk di meja di ruang istirahat karyawan. Teman-teman yang lain terlihat tengah menikmati makan siang mereka sambil mengobrol.
"Kau tidak makan Sooyoung?," tanya manajer Park.
"Ani." Sooyoung duduk di kursi panjang. Seorang namja menghampiri dan duduk di sebelahnya. "Aku akan tidur beberapa menit, tolong bangunkan aku 10 menit kemudian."
"Hari ini kau lembur lagi?"
"Hmmm, aku hanya butuh mengisi sedikit energi saja." Sooyoung telah memejamkan matanya.
"Geurae." Minhyun memperhatikan Sooyoung yang tengah terlelap. Ia tersenyum saat Sooyoung memperbaiki posisi tidurnya. Gadis itu nampak sangat polos saat terlelap seperti ini membuatnya gemas.
"Jangan memandanginya terus, nanti kau semakin gila karena semakin menyukainya tapi tak berani menyatakannya," bisik Gildong. Minhyun menepuk pinggang Gildong.
"Diam kau!"
Jam telah menunjukkan pukul 4 sore. Sooyoung segera mengenakan apron putihnya dan memasuki sebuah dapur besar. Beberapa ibu sudah bersiap di pantry masing-masing dengan perlengkapan memasak mereka. Sooyoung berdiri d pantry terujung. Ia mengenakan topi putih tinggi dan tersenyum penuh percaya diri pada ibu-ibu yang memandangnya.
"Nona Hong hari ini kita akan belajar apa?," tanya seorang ibu dengan sanggul tingginya.
"Kita akan belajar membuat mie. Apakah anda semua sudah siap?" Semuanya mengangguk senang.
Ini pekerjaan kedua Sooyoung. Berbekal ilmu yang pernah ia dapat saat sekolah di sebuah sekolah memasak dulu, Sooyoung memiliki kemampuan sebagai seorang pattisier yang cukup handal, karena itu ia memilih pekerjaan sebagai instruktur memasak.
"Nona Hong," panggil seorang wanita paruh baya dengan rambut yang sebagian telah memutih. Wanita itu tersenyum penuh kehangatan. Sooyoung meletakkan lap yang dipegangnya dan menghampiri wanita itu.
"Ya ibu kepala." Wanita itu biasa dipanggil Sunhwa, kepala di sekolah memasak tersebut.
"Kau bisa pulang sekarang, tidak perlu membersihkan semuanya. Ini sudah malam, Sooji pasti sudah menunggumu."
"Tidak apa-apa ibu kepala, Sooji sudah tahu jika aku pulang terlambat.'
"Maafkan aku nona Hong, harusnya ini bukan jadwal kelasmu tapi karena urusan pribadiku kau harus merelakan waktumu."
"Sudahlah ibu kepala, aku senang bisa membantu."
"Kau gadis yang baik. Oh ya sebelum pulang, aku ingin memberikan sesuatu sebagai ucapan terima kasih, terimalah ini." Sunhwa memberikan sebuah amplop putih pada Sooyoung, tentu saja itu berisi uang.
"Ah tidak ibu kepala." Sooyoung menolaknya tapi Sunhwa tetap memberikn amplop itu.
"Kau butuh ini, minggu ini pembayaran terakhir bukan. Terima saja, karena kalau kau tolak aku akan sangat kecewa."
"Terima kasih." Sooyoung tersenyum dn menggenggam erat amplop itu.
*****
Sebuah mobil hitam berjalan perlahan dan berhenti tepat di pinggir sungai Han. Seorang pria dengan jaket kulit cokelat, celana jeans hitam dan sepatu sneaker putih keluar dari dalam mobil. Ia berdiri di tepi sungai sembari mengamati kerlap-kerlip lampu di jembatan. Angin malam berhembus meniup bulu matanya yang panjang.
'Drttttt... Drtttt...." Ponselnya bergetar, sebuah panggilan dari 'Ketua.' Pria itu segera mengangkatnya.
"Ya Ketua?... Saya masih mengawasi mereka Ketua, dari informasi yang saya peroleh pembayar tinggal 1 kali lagi, batas waktunya adalah minggu ini. Tapi orang-orang itu masih mengelilingi mereka... Baik, saya mengerti... Akan saya laksanakan." Pria itu menutup teleponnya. Nada suaranya sangat tegas dan penuh keseriusan. Ia menghela nafas dan tersenyum kecil. Ekspresi wajahnya saat ini sangat bertolak belakang dibanding sebelum ia menerima telepon tadi. Lesung pipit yang manis membuat wajahnya terlihat lebih kalem.
*****
Sooyoung berjalan sembari menenteng plastik putih berisi sekotak ayam goreng kesukaan Sooji. Ia terlihat senang, menyembunyikan gurat-gurat kelelahan di wajahnya. Ia hampir berbelok, namun saat menoleh ke samping ia terbelalak dan segera merapat ke belakang tiang listrik. Wajahnya terlihat agak ketakutan dan cemas. Diam-diam ia mengintip, dan melihat 3 orang pria berbadan besar dengan jas hitam mereka nampak serius sembari berbicara berdiri di depan pintu gerbang rumahnya.
"Kenapa mereka tiba-tiba muncul?," keluh Sooyoung. Ia kembali bersembunyi. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
Sooyoung melihat ke arah lantai 2 rumahnya. Lampu di kamar Sooji menyala. Ia segera mengambil ponselnya dan menelepon Sooji.
"Sooji, kau baik-baik saja kan?"
"Ne unnie, kau dimana? Mereka datang lagi, apa yang harus kulakukan?" Terdengar suara Sooji agar gemetar.Hal itu membuat Sooyoung semakin khawatir.
"Kau tenang saja, aku sudah di samping jalan. Sooji sekarng dengarkan aku. Turunlah ke bawah, pergi ke belakang rumah. Gunakan tangga yang ada di dekat gudang untuk memanjat. Aku akan menunggumu di belakang. Janan lupa bawa baju untuk besok dn biarkan semua lampu menyala kecuali kamarmu, mengerti?"
"Ne unnie."
"Kajja!"
Sooyoung berari memutar jalan dan meleati sebuah gang sempit yang langsung berbatasan dengan tembok rumahnya. Ia melihat Sooji telah memanjat sampai ke atas tembok.
"Lompatlah, aku akan menangkapmu," ucap Sooyoung lirih. Sooji melompat dan ditangkap Sooyoung. "Kajja!" Sooyoung menggenggam tangan adknyadan mereka segera berlari.
"Unnie, kita akan tidur dimana?," tanya Sooji gak berteriak.
"Tempat biasa."
Sooji duduk di salah satu sudut. Ia telah berganti pakaian dengan pakaian khusus sauna dan menggantungkan handuk di lehernya. Sesekali ia membaca buku sembari mengamati sekitar jikalau orang-orang itu tiba-tiba saja muncul. Sooyoung memberikan sebotol jus pada Sooji dan duduk di sampignya.
"Mokgo!" Sooyoung membuka kotak berisi ayam goreng yang dibawanya tadi. Sebenarnya di tempat sauna itu dilarang membawa makanan, tapi karena Sooyoung mengenal baik si pemilik sauna, ia bisa sedikit bebas.
"Kau tetap bisa belajar kan?"
"Aku sudah terbiasa unnie. Ini bahkan jauh lebih baik dibanding gudang tekstil waktu itu." Sooyoung tersenyum dan mengacak-acak rambut Sooji.
"Kau benar, maaf tadi aku pulang terlambat. Kau pasti sangat cemas kan?"
"Untuk apa minta maaf? Kau seperti ini juga karena aku. Kau juga harus makan." Sooji memberikan sepotong paha ayam pada Sooyoung yang diterima Sooyoung dengan senang. Ia mentap adiknya yang tengah lahap menyantap ayam goreng sambil beajar. Sooyoung menghela nafas
'Apalagi yang harus kulakukan sekarang? Aku tidak bisa membiarkan Sooji dalam keadaan seperti ini terus,' batin Sooyoung.
Seorang pria duduk tak jauh dari Sooyoung. Ia memejamkan mata dan menggunakan kedua tangannya sebagai bantal. Ia nampak tak terganggu dengan kumpuln beberapa ibu di sampingnya yang tengah mengobrol.
to be continued.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar